Home » » Kontribusi Al Farabi Terhadap Perkembangan Logika Islam

Kontribusi Al Farabi Terhadap Perkembangan Logika Islam

Written By Unknown on Friday, March 22, 2013 | 8:09 PM


AL FARABI DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP  PERKEMBANGAN LOGIKA (MANTIK)  DALAM ISLAM


A. Al Farabi Hidup dan Karyanya

Ia adalah Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tharchan. Sebutan Al Farabi diambil dari nama kota Farabi, dimana ia dilahirkan pada tahun 257 H (870 M). Ayahnya adalah seorang Iran dan kawin dengan seorang wanita Turkestan. Sejak kecil Al Farabi suka belajar dan punya kecakapan dalam bidang bahasa. Setelah besar, Al Farabi meninggalkan negerinya untuk menuju kota Baghdad, pusat pemerintahan dan ilmu pengetahuan pada masanya. Selama berada di Baghdad ia memusatkan perhatiannya kepada ilmu logika.

Sesudah itu ia pndah ke Harran, sebagai salah satu pusat kebudayaan Yunani di Asia kecil. Tetapi tidak lama kemudian ia meninggalkan kota itu untuk kembali ke Baghdad dan untuk mendalami filsafat sesudah mendalami ilmu mantik, dan di Baghdad ia berdiam selama 30 tahun. Selama waktu itu ia memakai waktunya untuk mengarang, memberikan pelajaran, dan mengulas buku-buku filsafat. Pada tahum 330 H (941 M), ia pindah ke Damsyik dan menetap di kota ini sampai wafatnya pada tahun 337 H (950 M) pada usia 80 tahun.

Al Farabi luas pengetahuannya, mendalami ilmu-ilmu yang ada pada masanya dan mengarang buku-buku dalam ilmu-ilmu tersebut. Buku-bukunya, baik yang sampai kepada kita maupun yang tidak, menunjukkan bahwa ia mendalami ilmu-ilmu bahasa, matenatika, kimia, astronomi, kemiliteran, musik, ilmu alam, Ketuhanan, fiqh dan mantik. Diantara karangan-karangannya (A. Hanafi, 1969:89-90), yaitu:
  1. Aghradlu Ma Ba’da at-Thabi’ah.
  2. Al-Jam’u baina Ra’jai al-Hakimain (Mempertemukan pendapat kedua filosof: Maksudnya Plato dan Aristoteles).
  3. Tahsil as-Sa’adah (Pokok-pokok Persoalan).
  4. ‘Ujun ul-Masail (Pokok-pokok Persoalan).
  5. Ara-u Ahl-il-Madinah Al-Fadlilah (Pikiran-pikiran Penduduk Kota Utama = Negeri Utama).
  6. Ih-sha’u al-Ulum (Statistik Ilmu).

Pada abad pertengahan, AlFarabi menjadi sangat terkenal, sehingga orang-orang Yahudi banyak yang mempelajari karangan-karangannya dan disalin pula kedalam bahasa Ibrani. Sampai sekarang salinan tersebut masih tersimpan di perpustakaan-perpustakaan Eropa, disamping salinan-salinan dalam bahasa Latin, baik yang disalin langsung dari bahasa Arab atau dari bahasa Ibrani tersebut.

Menurut Massignon, seorang orientalis berkebangsaan Prancis sebagaimana dikutip oleh A. Hanafi (1969:89) menyatakan bahwa: “Al Farabi adalah seorang filosof Islam yan pertama dengan sepenuh arti kata”. Sebelum dia memang Al Kindi telah membuka filsafat Yunani bagi dunia Islam. Akan tetapi ia tidak menciptakan sistem (mazhab) filsafat tertentu, sedang persoalan-persoalan yang dibicarakannya masih banyak yang belum memperoleh pemecahan yang memuaskan. Sebaliknya Al Farabi telah dapat menciptakan sistem filsafat yang lengkap dan telah memaikan peranan penting dalam dunia Islam.
B. Asal-usul Logika (Mantik) dan Perkembangannya

Logika berasal dari bahasa Yunani yaitu logos yang berarti perkataan sebagai manipestasi dari pikiran manusia. Dengan demikian terdapatlah suatu jalinan yang kuat antara pikiran dan kata yang dimanipestasikandalam bahasa. Secara etimologis dapatlah diartikan bahwa logika itu adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa.

Menurut Poedjawiatna (1992:14) “Logika itu mengutamakan teknik berpikir”. Menurut Endang Saefudin Anshari (1987:94) “Logika adalah filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah”. Sedangkan menurut Abdur Rohman Al-Akhdhoriy :

“Ilmu mantik bagi pikiran, adalah sebagai ilmu Nahwu bagi lisan, artinya ilmu mantik digunakan sebagai alat berpikir (memikirkan sesuatu) jangan sampai cara berpikir itu keliru, disamping digunakan untuk menguak tabir/penutupnya pengertian yang rumit-rumit (Cholil Bisri Mustofa, 1991:6)”.


Dari pendapat di atas jelas bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari cara atau teknik berpikir dengan benar. Dengan berpikir yang benar kita akan terhindar dari kesalahpahaman dan pesan dari pikiran kita mudah dimengerti oleh pihak lain.

Logika merupakan hasil karya ahli-ahli filsafat Yunani kuno sejak abad kelima sebelum masehi. Peletak pertamanya Socrates, kemudian dilanjutkan oleh Plato dan dilengkapi lagi oleh Aristoteles, yang menyusun ilmu ini dengan pembahasan-pembahasan yang teratur dan dibuat dari ilmu falsafah. Dengan demikian maka Aristoteles diberi gelar Guru Pertama dari ilmu pengetahuan. Ilmu ini sejak dari Aristoteles tidak ada tambahan apa-apa. Baru setelah lahir ahli-ahli filsafat Islam di abad pertengahan, di situlah banyak tambahan dalam persoalan-persoalan, apalagi pembahasan mengenai lafadhnya banyak di tambah oleh ahli-ahli filsafat Islam. Tetapi menurut Burhanudin Salam (1988:3) bahwa:

“Sebelum Aristoteles sebenarnya sudah ada kaidah-kaidah yang merupakan ajaran-ajaran tentang berpikir benar (logika), yaitu di negeri-negeri Timur Kuno (Babylon, Mesir, India, Tionghoa dan lain-lain). Tetapi menurut tradisi Aristoteleslah yang berhasil merumuskan ilmu tentang kaidah-kaidah berpikir benar ini secara sistematis”.

Kalau Aristoteles diberi gelar guru pertama ilmu pengetahuan, maka gelar keduanya adalah Al Farabi. Hal ini karena Al Farabi berhasil memperbaharui pembahasan ilmu mantik, dimana ilmu mantik dulu hanya merupakan teori-teori belaka, tetapi sejak Al Farabi kemudian dimulainya ilmu mantik ini dipelajari secara amali (praktek, dalam arti tiap-tiap qodhiyah di uji kebenarannya).

Buku-buku Aristoteles dalam bidang logika terkenal dengan nama Organon dan telah diterjemahkan oleh para cendekiawan muslim ke dalam bahasa Arab. Keenam buku tersebut, yaitu sebagai berikut:

“Pertama, buku Catagoriae (al Maqulat), berisi sepuluh macam predikat (keterangan). Kedua, buku Interpretatione (tafsiran-tafsiran), berisi keterangan tentang bahasa, yaitu tentang proposisi dan bagian-bagiannya. Ketiga, buku Analytica Priora (Uraian pertama), yang membicarakan tentang qiyas (Syllogisme). Keempat, buku Analytica Posteriora (Uraian kedua), yang membicarakan cara pembuktian ilmiah. Kelima, buku Topika, yang berisi qiyas dialektika dan pemikiran dari hal-hal ynag belum pasti. Keenam, buku Sophistici Elenchi (Kesalahan-kesalahan Sofistis), yang berisi kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh orang-orang Sofist, penolakan terhadap mereka dan pemecahannya” (A. Hanafi, 1969:52-53).

Keenam buku tersebut oleh Al Farabi diberi tafsiran dan ulasan-ulasan, sehingga orang-orang yang berminat mempelajari filasat khususnya logikamudah untuk memahaminya. Untuk itu kiranya tidak berlebihan kiranga pengalaman Ibnu Sina dalam mempelajari filsafat sebagaimana dikutip oleh A. Hanafi (1969:89), yaitu:

“Ibnu Sina pernah mempelajari buku Metafisika karangan Aristoteles lebih dari 40 kali, tetapi belum juga mengerti maksudnya. Setelah ia membaca buku Al Farabi yang berjudul Intisari Buku Metafisika, baru ia mengerti apa yang selama ini dirasakan sukar”.

Inilah salah satu kelebihan Al Farabi, yang sangat besar sekali pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya. Maka tidaklah berlebihan apabila ia diberi julukan Guru Kedua dalam ilmu pengetahuan setelah Aristoteles.

Al Farabi memberi perhatian khusus terhadap logika. Pendapat-pendapatnya tentang logika sebagaimana dikutip oleh A. Hanafi (1969:96), yaitu sebagai berikut:
  • “Definisi logika: Logika ialah ilmu tentang pedoman (peraturan) yang dapat menegakkan pikiran dan menunjukkan kepada kebenaran dalam lapangan yang tidak bisa dijamin kebenarannya.
  • Guna logika: Maksud logika ialah agar kita dapat membetulkan pikiran orang lain, atau agar orang lain dapat membenarkan pemikiran kita, atau kita dapat membetulkan pemikiran kita sendiri.
  • Lapangan logika: Lapangannya ialah segala macam pemikiran yang bisa diutarakan dengan kata-kata, dan juga segala macam kata-kata dalam kedudukannya sebagai alat menyatakan pikiran.
  • Bagian-bagian logika: Bagian-bagiannya ada delapan, yaitu 1. Categori (al Maqulat al ‘asyr); 2. Kata-kata (al barah; terms); 3. Analogi pertama (al Qiyas); 4. Analogi kegua (al Burhan); 5. Jadal (debat); 6. Sofistika; 7. Retorika; dan 8. Putika (syair)”.

Dari kutipan di atas jelas, bahwa dalam bidang logika Al Farabi berada dalam barisan terdepan setelah Aristoteles apalagi dikalangan cendekiawan muslim. Peran tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan logika pada khususnya serta menjadi acuan dan inspirasi bagi ilmuwan-ilmuwan selanjutnya.


C. Manfaat Mempelajari Logika

Mempelajari logika banyak sekali manfaatnya baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Dengan mengetahui dan memahami logika kita dapat berpikir dengan benar begitu juga orang lain pun dapat memahami apa maksud dari pikiran kita. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Farabi bahwa: “Guna logika: Maksud logika ialah agar kita dapat membetulkan pemikiran orang lain, atau agar orang lain dapat membenarkan pemikiran kita, atau kita dapat membetulkan pemikiran diri kita sendiri” (A. Hanafi, 1969:96).
Dengan demikian jelas bahwa apabila kita menguasai logika, kita bisa menilai atau mengukur hasil pemikiran kita dan orang lain apakah benar atau salah. Apabila benar itu yang diharapkan dan apabila salah harus segera dan siap dibetulkan. Sebab apabila pemikiran yang salah dibiarkan bisa menimbulkan kesalahpahaman dan mencelakakan atau menyesatkan.

Besarnya manfaat mempelajari ilmu mantik (logika) ini dikemukakan oleh Taib Thahira Abdul Mu’in (1995:15), yaitu:

“Mempelajari ilmu ini sungguh sangat berfaidah sekali untuk hal-hal berikut:
1. Melatih jiwa manusia agar dapat memperhalus jiwa pikirannya.
2. Mendidik akal pikiran dan mengembangkannya yang sebaik-baiknya dengan melatih dan membiasakan mengadakan penyelidikan-penyelidikan tentang cara berpikir”.

Dengan membiasakan latihan berpikir, manusia akan mudah dan cepat untuk mengukur atau menilai pikirannya apakah benar atau salah, apakah mudah dipahami atau membingungkan. Dengan demikian mempelajari ilmu mantik ini sebagai perantara yang merupakan suatu jembatan untuk ilmu-ilmu yang lain, juga untuk menimbang bagaimana kebenaran ilmu-ilmu itu terutama dari sudut pandang teknik atau bentuk pemikirannya. Manfaat mempelajari ilmu mantik juga dikemukakan oleh Abdur Rohman Al Akhdhoriy dalam kitabnya Assulamul Munauroq, yaitu:

“Maka, perlu bagimu mengkaji danmengerti qoidah-qoidah norma-norma pokok ilmu mantik, yang norma-norma itu menandung beberapa faidah yang penting (umpamanya mengkaji kitab ini) yang aku berinama Assulamul Munauroq, salah satu kitab mantik kecil tapi memadai; yang dengan kitab ini insya Alloh Ilmu Mantik yang tinggi, meninggi langit dapat diatasi” (Cholil Bisri Mustofa, 1991:7).

Dari kutipan di atas jelas bahwa dengan mempelajari ilmu mantik kita dapat mendapatkan ilmu yang tinggi. Ketinggian ini bisa dari segi manfaatnya juga bisa dari segi pemahamannya. Untuk itu bagi kita terutama bagi para pendidik atau siapa saja yang berkecimpung dalam penyampaian suatu ilmu atau informasi kepada orang lain, mempelajari dan memahami ilmu mantik (logika) merupakan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan di Indonesia ilmu mantik menjadi materi kajian hampir di semua pesantren.



DAFTAR PUSTAKA
  • Anshari, E.S. (1987). Ilmu, Filsafat Agama. Surabaya:Bina Ilmu.
  • Hanafi, A. (1969). Pengantar Filsafat Islam. Jakarta:Bulan Bintang.
  • Mu’in, T.T.A. (1995). Ilmu Mantiq. Jakarta:Widjaya.
  • Mustofa, C.B. (1991). Ilmu Mantiq. Bandung:Alma’arif.
  • Poedjawiatna, I..R. (1992). Logika (Filsafat Berpikir). Jakarta:Rineka Cipta.
  • Salam, B. (1998). Logika Formal. Jakarta:Bina Aksara.

Share this article :

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

By Ponpes Al Huda Wat Tuqo. Powered by Blogger.


 
Support : http://www.cecep-suherman.blogspot.com Copyright © 2013. Ponpes Al- Huda Wat Tuqo - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by Santri Al Huda Wat Tuqo