Kelahiran
Sang ratu Cinta lahir dalam
kemiskinan yang sangat, Tak ada kain untuk menyelimuti dirinya, Tak ada minyak
setetespun untuk pemoles pusarnya, Tak ada lampu untuk menerangi kelahirannya,
Ia adalah putri ke empat, Maka disebutlah Robi’ah. Sang ayah menekur sedih
memikirkan hal ini, Mau pinjam ataupun minta, sudah menjadi pantangan bagi
dirinya. Semuanya digantungkannya pada Alloh, Dalam kesedihan ia bermimpi,
Bertemu sang Nabi yang menghibur hati, “Temuilah Gubernur Basrah, dan katakan,
“Setiap malam engkau kirimkan sholawat 100 kali kepadaku, dan setiap malam
Jum’at 400 kali, Kemarin adalah malam jum’at dan engkau lupa mengerjakannya. Sebagai
penebus kelalaianmu itu, berikanlah kepada orang ini 400 dinar, Yang telah
engkau peroleh dengan halal. "Gubernurpun memberikan apa yang dikehendaki
oleh Nabi, Ditambah dengan 2000 dinar bagi sedekah orang miskin, Cukuplah sudah
untuk kebutuhan keluarga Robi’ah. Sampai keadaan berbicara lain, Bencana
kelaparan melanda Basrah. Seorang penjahat menculik Robiah, Untuk kemudian dijual
dipasar budak. Dengan harga 6 dirham, Majikan membelinya dan memberikannya
tugas-tugas yang berat. Siang hari Robiah bekerja sambil berpuasa, Malam
harinya dihabiskan untuk mujahadah dan muajahah dengan Robb-nya. Kedekatan
beralih menuju ke aqroban, Keaqroban membawanya kepada kerinduan Dan kerinduan
telah mengantarkannya pada cintanya pada Tuhannya.
“Aku adalah milikNya. Aku hidup
dibawah naunganNya. Aku lepaskan segala sesuatu yang telah kuperoleh kepadaNya.
Aku telah mengenalNya, sebab aku menghayati”
Satu malam yang dingin, Sang
majikan merasakan kegelisahan dalam hatinya. Maka iapun berjalan kebelakang
rumah, Memeriksa sekelilingnya, Memeriksa kunci-kunci rumahnya, Dan ketika ia
sampai didekat gudang tempat Robi’ah tinggal, Kekagetannya membuat ia sendiri
gugup, Lampu yang semula dipegangnya kini terlempar entah kemana. Bagaimana
tidak, Ketika ia melongokkan kepalanya ke dalam ruang tempat robiah
beristirahat, Ia sedang melihat robiah menjalankan sholat, Dan….. Dan di
atasnya tampak cahaya yang terang benderang. Bukan lampu sebab cahaya itu tidak
bergantung kepada suatu apapun. Keesokan harinya, Robi’ah dipanggil, Majikannya
menyampaikan keinginannya. Ia membebaskan Robiah sebagai budak. Kini Robi’ah
merdeka. Meski sang majikan berharap Robiah mau untuk tinggal dirumahnya, tapi
ia memilih untuk pergi menjauhi masyarakat sekitar. Dan ia menemukan sebuah gua
agak dipinggir desa. Tinggallah ia di sana. Suatu hari di musim semi, Robi’ah
memasuki tempat tinggalnya, Kemudian ia melongok keluar sebab pelayannya berseru,
“Ibu, keluarlah dan saksikanlah, apa yang telah dilakukan oleh sang Pencipta”
“Lebih baik engkaulah yang masuk kemari”“dan saksikanlah sang Pencipta itu
sendiri. Aku sedemikian asyik menatap sang Pencipta, sehingga apa peduliku lagi
terhadap ciptaan-ciptaanNya ?” sahut Robiah dari dalam. Suatu malam sebab
terlalu letih, ia tertidur. Seorang maling menyelusup masuk ke dalam rumahnya, Dan
mencuri cadarnya. Tetapi, tak ditemuinya pintu keluar. Cadar diletakkan, pintu
keluar terlihat. Cadar dibawa, pintu keluar tak terlihat lagi, Terdengarlah
suara, “Hai manusia, tiada gunanya engkau mencoba-coba. Sudah bertahun-tahun
Robi’ah mengabdi kepada Kami. Syaitan sendiri tidak berani datang
menghampirinya. Tetapi betapakah seorang maling berani mencoba-coba untuk
mengambil cadarnya. Pergilah dari sini. Jika seorang sahabat sedang tertidur,
maka sang Sahabat bangun dan berjaga-jaga”
Ketika seorang sahabat
mengantarkan seorang kaya yang ingin memberikan uang emasnya pada Robiah,
Robiah berkata,“Dia telah menafkahi orang-orang yang menghujjahNya. Apakah Dia
tidak akan menafkahi orang-orang yang mencintaiNya ? Sejak aku mengenalNya, aku
telah berpaling dari manusia ciptaanNya. Aku tidak tahu apakah kekayaan
seseorang itu halal atau tidak, Maka betapakah aku dapat menerima pemberiannya
? Dimalam-malam hari yang sepi dan sunyi, Dalam kerinduannya dengan sang Maha
Pencipta, Robiah bergumam sambil bersujud, “Ya Alloh, apapun yang akan Engkau
karuniakan kepadaku di dunia ini, berikanlah kepada musuh-musuhMu. Dan apapun
yang akan Engkau karuniakan kepadaku di akhirat nanti,Berikanlah kepada
sahabat-sahabatMu, Karena Engkau sendiri cukuplah bagiku”“Ya Alloh, semua jerih
payahku dan semua hasratku diantara kesenangan-kesenangan dunia ini, adalah
untuk mengingat Engkau. Dan diakhirat nanti, diantara segala kesenangan
akhirat, Adalah berjumpa denganMu. Begitulah halnya dengan diriku, Seperti yang
telah kukatakan.Kini berbuatlah seperti yang Engkau kehendaki ”Rabi'atul
Adawiyah merupakan salah seorang srikandi agung dalam Islam. Beliau terkenal
dengan sifat wara' dan sentiasa menjadi rujukan golongan cerdik pandai karena
beliau tidak pernah kehabisan hujjah. Ikutilah antara kisah-kisah teladan
tentang beliau.
Karamah dan Keutamaan
Robi'atul Adawiyah
Suatu malam yang sunyi sepi, di
kala masyarakat sedang nyenyak tidur, seorang pencuri telah mencoba masuk ke
dalam pondok Rabi'atul Adawiyah. Namun setelah mencari sesuatu sekeliling
berkali-kali, dia tidak menemui sebuah benda berharga kecuali sebuah kendi
untuk berwudu', itupun jelek. Lantas si pencuri tergesa-gesa untuk keluar dari
pondok tersebut.
Tiba-tiba Rabi'atul Adawiyah
menegur si pencuri tersebut, "Hei, jangan keluar sebelum kamu mengambil
sesuatu dari rumahku ini." Si pencuri tersebut terperanjat karena dia
menyangka tidak ada penghuni di pondok tersebut. Dia juga merasa heran karen
baru kali ini dia menemui tuan rumah yang begitu baik hati seperti Rabi'tul
Adawiyah. Kebiasaannya tuan rumah pasti akan menjerit meminta tolong apabila
ada pencuri memasuki rumahnya, namun ini lain, "Silahkan ambil
sesuatu." kata Rabiatul Adawiyah lagi kepada pencuri tersebut. "Tiada
apa-apa yang boleh aku ambil dari rumah mu ini." kata si pencuri
berterus-terang.
"Ambillah itu!" kata
Rabi'atul Adawiyah sambil menunjuk pada kendi yang jelek tadi. "Ini
hanyalah sebuah kendi jelek yang tidak berharga." Jawab si pencuri.
"Ambil kendi itu dan bawa ke
bilik air. Kemudian kamu ambil wudhu' menggunakan kendi itu. Selepas itu
solatlah 2 rakaat. Dengan demikian, engkau telah mengambil sesuatu yang sangat
berharga daripada pondok jelekku ini." Balas Rabi'tul Adawiyah.
Mendengar kata-kata itu, si
pencuri tadi berasa gementar. Hatinya yang selama ini keras, menjadi lembut
seperti terpukau dengan kata-kata Rabi'tul Adawiyah itu. Lantas si pencuri
mengamibl kendi jelek itu dan dibawa ke bilik air, lalu berwudhu'
menggunakannya. Kemudian dia menunaikan solat 2 rakaat. Ternyata dia merasakan
suatu kemanisan dan kelazatan dalam jiwanya yang tak pernah dirasa sebelum ini.
Rabi'atul Adawiyah lantas berdoa, "Ya Allah, pencuri ini telah mencoba
masuk ke rumahku. Akan tetapi dia tidak menemui sebuah benda berharga untuk
dicuri. Kemudian aku suruh dia berdiri dihadapan-Mu. Oleh itu janganlah Engkau
halangi dia daripada memperoleh nikmat dan rahmat-Mu."
Pada suatu hari, sekumpulan
golongan cerdik pandai telah datang ke rumah Rabi'atul Adawiyah. Tujuan mereka
tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menguji beliau dengan perbagai
persoalan. Malah mereka telah mempersiapkan dengan satu persoalan yang menarik.
Mereka menaruh keyakinan yang tinggi, karena selama ini Rabi'atul Adawiyah
tidak pernah kekurangan hujah. "Wahai Rabi'atul Adawiyah, semua bentuk
kebajikan yang tinggi-tinggi telah dianugerahkan oleh Allah kepada kaum lelaki,
namun tidak kepada kaum wanita."Ketua rombongan itu memulai
bicara."Buktinya?" Balas Rabi'atul Adawiyah.
"Buktinya ialah, mahkota
kenabian dan Rasul telah dianugerahkan kepada kaum lelaki. Malah mahkota
kebangsawanan juga dikurniakan kepada kaum lelaki. Paling penting, tidak ada seorang
wanita pun yang telah diangkat menjadi Nabi atau Rasul, malah semuanya dari
golongan lelaki." Jawab mereka pula dengan yakin.
"Memang betul pendapat
tuan-tuan sekalian. Akan tetapi harus diingat bahwa sejahat-jahat pangkat ada
pada kaum lelaki juga. Siapa yang mengagung-agungkan diri sendiri? Siapa yang
begitu berani mendakwakan dirinya sebagai Tuhan? Dan siapa pula yang berkata
:"Bukankah aku ini tuhanmu yang mulia?" Dengan tenang, Rabi'atul
Adawiyah membalas hujah mereka sambil merujuk kepada Firaun dan Namrud.
Kemudian Rabi'atul Adawiyah
menambah lagi, "Anggapan dan ucapan seperti itu tidak pernah keluar dari
mulut seorang wanita. Malah semuanya dilakukan oleh kaum lelaki."
Suatu hari, Rabi'atul Adawiyah melihat
seorang sedang berjalan-jalan dengan kepalanya berbalut sambil meminta simpati
dari orang banyak. Karena ingin tahu sebabnya orang itu berbuat demikian,
Rabi'atul Adawiyah bertanya, "Wahai hamba Allah! Mengapa engkau membalut
kepalamu begini rupa?" "Kepalaku sakit." Jawab orang itu dengan
singkat."Sudah berapa lama?" Tanya Rabi'atul Adawiyah
lagi."Sudah sekian hari." Jawabnya dengan tenang. Lantas Rabi'atul
Adawiyah bertanya lagi,"Berapa usiamu sekarang?" Orang itu menjawab, "Sudah
30 tahun" "Bagaimana keadaanmu selama 30 tahun itu?" Tanya beliau
lagi."Alhamdulillah, sehat-sehat saja." Jawabnya."Apakah kamu
memasang sesuatu tanda di badanmu bahwa kamu sehat selama ini?" Tanya
Rabi'atul Adawiyah."Tidak." Jawab orang itu ragu-ragu."Masya
Allah, selama 30 tahun Allah telah menyehatkan tubuh badanmu, tetapi kamu
langsung tidak memasang sesuatu tanda untuk menunjukkan kamu sehat sebagaitanda
bersyukur kepada Allah. Jika sebaliknya, pasti manusia akan bertanya kepada
kamu sebabnya kamu sangat gembira. Apabila mereka mengetahui nikmat Allah
kepadamu, diharapkan mereka akan bersyukur dan memuji Allah." Jelas
Rabi'atul Adawiyah."Akan tetapi, kini apabila kamu mendapat sakit sedikit,
kamu balut kepalamu dan kemudian pergi kesana sini bagi menunjukkan sakitmu dan
kekasaran Allah terhadapmu kepada orang banyak Mengapa kamu berbuat hina
seperti itu?" Sambung Rabi'atul Adawiyah lagi.Orang yang berbalut
kepalanya itu hanya diam seribu bahasa dan tertunduk malu dengan perlakuannya.
Kemudian dia segera meninggalkan Rabi'atul Adawiyah dengan perasaan kesal dan
insaf.
“Ya Alloh, jika aku menyembah-Mu
karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalam neraka; dan jika aku
menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku dari dalam surga; tetapi
jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan
keindahan WajahMu yang abadi kepadaku”
Wafatnya Robi'atul Adawiyah
Mengenai wafatnya ada dua
pendapat yaitu tahun 135 H / 752M atau tahun 185 H / 801 M.Demi agar ia kuat
beribadah, Robi'ah senantiasa meletakkan kain kafan persiapan dirinya nanti disebelahnya
ketika ia sholat. Ketika tiba saatnya Robi’ah harus meninggalkan dunia fana
ini,Ia mengisyaratkan dengan tanganya agar orang-orang keluar,Orang-orang yang
sebelumnya menunggui, kini satu demi satu membiarkan robi’ah sendiri.Setelah
itu, mereka mendengar suara dari dalam kamar robi'ah,“Yaa nafsul muthmainnah.
Irji’i ila robbika”Beberapa saat kemudian tak ada lagi suara yang terdengar
dari kamar robi’ah. Mereka lalu membuka pintu kamar itu dan mendapatkan Robi’ah
telah berpulang.Konon setelah itu ada yang bermimpi melihat Robi'ah, Kepadanya
ditanyakan,“Bagaimanakah engkau menghadapi Munkar dan Nakir, wahai Robi'ah
?”Robi’ah menjawab, “Kedua malaikat itu datang kepadaku dan bertanya,”Siapakah
Tuhanmu?”.Aku menjawab,”Pergilah kepada Tuhanmu dan katakan kepadaNya,”Di
antara beribu-ribu makhluk yang ada, janganlah Engkau melupakan seorang wanita
tua yang lemah. Aku hanya memiliki Engkau di dunia yang luas, tidak pernah lupa
kepadaMu, tetapi mengapakah Engkau mengirimkan utusan sekedar menanyakan “Siapakah
Tuhanmu” kepadaku ?”
Ya Allah, curahkan dan
limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia
yang Engkau simpan padanya, Amin
0 comments:
Post a Comment